Larangan Study Tour Usulan Gubernur Deddy Mulyadi Diprotes Banyak Warga

Belum lama ini, Gubernur Deddy Mulyadi mengusulkan larangan kegiatan study tour bagi siswa di sekolah-sekolah negeri dan swasta. Alasan yang di kemukakan cukup jelas ia ingin menghindari pemborosan biaya dan potensi kecelakaan yang kadang muncul dari kegiatan ini. Tapi, bukannya di sambut dengan tepuk tangan, usulan itu justru bikin banyak orang tua dan siswa bereaksi keras.

Di berbagai platform media sosial, komentar netizen langsung membludak. Banyak yang menyayangkan keputusan tersebut, karena bagi mereka, study tour bukan cuma sekadar jalan-jalan. Ini adalah bagian dari proses pembelajaran yang lebih menyenangkan dan praktis. Anak-anak bisa belajar langsung dari lingkungan nyata, bukan cuma lewat buku pelajaran atau papan tulis.

Protes Masa Pecah Di Bandung Karena Larangan Study Tour

Salah satu hal yang bikin masyarakat kesal adalah soal pengambilan keputusan yang di rasa terlalu sepihak. Banyak warga merasa bahwa pemerintah tidak pernah mengajak diskusi atau meminta pendapat dari orang tua, guru, bahkan siswa sebelum melontarkan kebijakan ini. Akibatnya, muncul kesan bahwa pemerintah seolah-olah tidak peduli dengan suara rakyat.

Beberapa guru bahkan mengaku kebingungan karena kegiatan study tour sebenarnya sudah di rancang sejak jauh-jauh hari. Tiba-tiba saja di larang, padahal anggaran sudah di siapkan dan sebagian orang tua sudah membayar.

Study Tour, Antara Edukasi dan Hiburan

Tidak bisa di pungkiri, study tour memang kadang di anggap cuma liburan berkedok belajar. Tapi kalau di lihat dari sisi positifnya, kegiatan ini bisa membuka wawasan siswa soal dunia luar. Mereka bisa melihat langsung bagaimana proses produksi suatu barang, belajar sejarah dari museum, atau memahami ekosistem lewat kunjungan ke taman nasional.

Anak-anak yang biasanya pasif di kelas pun bisa lebih aktif saat belajar langsung di lapangan. Ini penting banget, apalagi di era sekarang di mana metode belajar seharusnya lebih kreatif dan fleksibel.

Baca Juga:
Flyover Pasupati Bandung Di Blokade Massa Yang Tolak Larangan Study Tour Gubernur Deddy Mulyadi

Alasan Gubernur Deddy: Soal Keselamatan dan Ekonomi

Di sisi lain, Gubernur Deddy Mulyadi juga punya alasan yang cukup masuk akal. Ia menyoroti banyaknya kasus kecelakaan yang terjadi saat study tour, terutama ketika menggunakan bus pariwisata yang kadang tidak layak jalan. Ia juga mengkhawatirkan beban ekonomi yang di tanggung orang tua, terutama yang kurang mampu.

Namun begitu, warga merasa solusi larangan total bukanlah jawaban yang bijak. Alih-alih melarang, mereka berharap pemerintah bisa memperbaiki sistem, seperti mewajibkan sekolah memilih operator transportasi yang aman dan profesional, serta mengatur batasan biaya agar tidak memberatkan.

Solusi Alternatif: Perlu Regulasi, Bukan Larangan

Daripada melarang total, banyak yang menyarankan agar pemerintah justru membuat regulasi ketat terkait pelaksanaan study tour. Misalnya, kegiatan hanya boleh di lakukan satu kali dalam setahun, biaya di batasi maksimal sekian rupiah, dan pihak sekolah wajib transparan soal tujuan serta manfaatnya.

Beberapa orang tua bahkan mengusulkan agar study tour tetap di lakukan, tapi dengan lokasi yang lebih dekat, misalnya ke tempat-tempat edukatif di dalam kota. Ini bisa menghemat biaya sekaligus mengurangi risiko kecelakaan.

Suara Siswa dan Guru Juga Harus Didengar

Salah satu poin yang sering terabaikan dalam polemik ini adalah suara siswa dan guru. Banyak siswa merasa kecewa karena study tour adalah momen yang mereka tunggu-tunggu. Bukan hanya karena ingin jalan-jalan, tapi karena mereka merasa bisa belajar dengan cara yang lebih menyenangkan. Guru pun melihat ini sebagai peluang untuk menyampaikan materi dengan pendekatan yang berbeda.

Sayangnya, tidak semua pembuat kebijakan benar-benar memahami pentingnya hal ini. Ketika kebijakan lahir tanpa melihat realitas di lapangan, wajar saja kalau muncul protes dari berbagai pihak.

Kontroversi soal larangan study tour ini masih terus bergulir. Di satu sisi, ada kekhawatiran soal keselamatan dan biaya. Tapi di sisi lain, ada kerinduan akan sistem pendidikan yang lebih menyenangkan dan aplikatif.